Kamis, 30 Mei 2013

Sinopsis Film Fast and Furious 6


Film Fast And Furious 6 merupakan sequel action yang sangat di gemari di seluruh dunia. Keberhasilan sequel sebelumnya telah membuat Universal Pictures tertarik untuk meneruskan film ini ke sequel selanjutnya, yaitu Film Fast And Furious 6.

Di Indonesia sendiri, Film Fast And Furious 6 ini juga pastinya akan di nanti-nanti. Mengingat salah satu pemeran di film ini adalah aktor Indonesia yang sukses dengan film The Raid, "Joe Taslim". Dalam Film Fast And Furious 6 ini Joe Taslim berperan antagonis sebagai Jah, seorang pembunuh bayaran berdarah dingin dengan kemapuan beladiri parkour.

SINOPSIS FAST AND FURIOUS 6
Film Fast And Furious 6 merupakan kelanjutan cerita dari sequel sebelumnya. Seperti kita ketahui, pada film sebelumnya Dominic Toretto (Vin Diesel) bersama tim nya berhasil mengelabui Luke Hobbs (Dwayne Johnson) dan mendapatkan uang jutaan dolar. Mereka pun menikmati uang tersebut di suatu tempat dengan status buronan dan tidak bisa pulang ke negaranya.

Sementara itu, Hobbs sedang menghadapi kasus besar. Ia sedang menyeldiki dan memburu sebuah organisasi balapan liar dan mematikan. Organisasi ini sudah beroperasi dan di cari di 12 negara. Untuk menangkap dalam dari organisasi ini, petugas Luke Hobbs meminta bantuan Toretto. Satu-satunya cara untuk menghentikan organisasi ini adalah dengan balap liar dijalan. Dengan kerjasama ini, Toretto dan kawan-kawan di janjikan akan mendapat pengampunan hingga mereka bisa kembali ke negaranya lagi.

Satu hal yang tak terduga, orang yang Toreto cintai selama ini, dan sudah dianggap mati, Letty Ortiz (Michelle Rodriguez) adalah tangan kanan dalang organisasi berbahaya yang sedang di incar oleh Hobss dan Toretto.

INFO FILM FAST AND FURIOUS 6
  • Sutradara: Justin Lin
  • Produser: Neal H. Moritz, Vin Diesel, Clayton Townsend
  • Penulis Skenario: Chris Morgan
  • Pemain: Vin Diesel, Paul Walker, Michelle Rodriguez, Jordana Brewster, Dwayne Johnson
  • Studio: Original Film, One Race Films
  • Distributor: Universal Pictures
  • Tanggal rilis: 24 Mei 2013

Rabu, 15 Mei 2013

Pembuatan Larutan Baku Primer


A.    Larutan Baku Primer
Larutan baku primer berfungsi untuk membakukan atau untuk memastikan konsentrasi larutan tertentu, yaitu larutan atau pereaksi yang ketepatan/ kepastian konsetrasinya sukar diperoleh melalui pembuatan secara langsung. Larutan yang sukar dibuat secara kuantitatif ini selanjutnya dapat berfungsi sebagai baku. Setelah dibakukan jika larutan tersebut bersifat stabil sehingga dapat digunakan untuk menetapkan konsentrasi larutan lain.

B.     Persyaratan Zat Baku Primer
 Larutan baku primer harus dibuat seteliti dan setepat mungkin (secara kuantitatif). Zat yang dapat digunakan sebagai zat baku primer harus memenuhi syarat berikut
·         Kemurniannya tinggi (pengotorannya tidak melebihi 0,02%
·         Stabil tidak menyerap H2Odan CO2 tidak bereaksi dengan udara; tidak mudah menguap ; tidak terurai ; mudah dan tidak berubah pada pengeringan). zat yang stabil berarti memiliki rumus kimia yang pasti,dan akan memudahkan penimbangan.
·         Larutannya bersifat stabil
Selain syarat-syarat tersebut harus terpenuhi , kesalahan-kesalahan yang sering terjadi salama proses pembuatannya seperti pengeringan,pengukuran dan pemindahan zat juga harus dihindari kecuali karena kesalahan alat.
Suatu zat zat yang telah memenuhi  syarat, dapat dilarutkan, dan langsung menghasilkan larutan baku disebut larutan baku primer. Disamping larutan baku primer , dikenal juga larutan baku sekunder. Larutan ini kebakuannya ditetapkan langsung terhadap larutan baku primer . Jika suatu larutan baku primer besifat stabil dan dikemas/disimpan dengan benar, larutan ini dapat berfungsi  sebagai larutan baku dan lansung dapat digunakan tanpa harus dibakukan lagi.
C.     Alat Ukur Volumetrik dan Penggunaanya
1.      Labu Takar
Labu takar berfungsi sebagain wadah bervolum tertentu dan terukur untuk memperoleh volum larutan secara kuantitatif . Kesalahan volum diperkirakan hanya sebesar 0,05mL
  (atau 0,02%).
2.      Buret
Buret berfungsi untuk memindahkan larutan dalam berbagai ukuran volum. Kapasistas buret 25-50mL dapat dibaca sampai 0,1mL, dan angka terakhir dapat ditaksir sampai 0,02mL. Kesalahan membaca terjadi saat menaksir angka terakhir ini.
3.      Pipet volum
Pipet volum berfunsi untuk memindahkan sevolum tertentu larutan. Oleh karna itu kapasitas volum ukurnya tertentu , misalnya pipet-pipet volum 5 mL,10 mL, atau 25 mL. Alat ini cukup teliti dengan kesalahan ±0,02%.

D.    Teknik Pembuatan Larutan Baku
1.      Langkah umum
Pada umumnya ada tiga hal utama yang perlu diperhatikan pada pembuatan larutan baku primer,yaitu sebagai berikut
a)      Menimbang
Zat murni ditimbang kasar dulu (dengan neraca teknis) kemudian ditimbang teliti (dengan neraca analitis/elektronik). Untuk zat-zat tertentu sebelum ditimbang ada ada yang harus dikeringkan dulu (zat seperti ini,prosedur pembuatannya diberikan secara khusus)
b)      Melarutkan
Tidak semua kristal segera melarut, dan umumnya proses pelarutan menyerap kalor; sebaiknya pelarutan tidak langsung di labu takar tetapi diwadah lain, dan setelah suhu campuran itu normal baru kemudian dipindahkan secara kuantitatif. Selanjunya tambahkan dengan akuades sampai tanda batas.
c)      Mengukur
Dalam teknik kuantitatif, alat ukur volim yang selalu diterapkan adalah labu takar,buret, dan pipet volum. Teknik penggunaan alat ini secara benar yang ditunjang oleh teknik pembersihan yang baik akan menghindarkan kesalahan yang seharusnya tidak terjadi . Volum larutan harus dicapai dengan penambahan akuades kamar sehingga suhu larutan harus tidak melebihi batas suhu labu takar
2.      Perhitungan kuantitas zat baku
Sasaran akhir dari pembuatan adalah diperolehnya larutan baku primer dengan konsentrasi yang tepat dan teliti. Tindakan yang harus dilakukan diantaranya :
·         Menetapkan volum dan kosentrasi larutan yang diinginkan
·         Mempekirakan ( menghitung) massa zat yang akan ditimbang.
Setelah zat baku primer ditimbang dan dilarutkan, harga konsetrasi larutannya diketahui melalui perhitungan. Konsentrasi yang dipilih/diterapkan bergantung pada sifat /jenis reaksi yang terlibat ketika digunakan ; hal ini untukn menghindarkan kesalahan yang ditimbulkan oleh ketidaktepatan pengamatan atau oleh penyimpangan reaksi, dan biasanya konsetrasi larutan baku primer berkisar antara 1,00-0,01 N  (1N =  m/valensi).

E.     Prosedur Pembuatan dan Sifat Larutan Baku Primer
1.        Larutan baku kalium dikromat
senyawa ini memiliki keterbatasan yaikni daya oksidasinya yang lebih lemah dan reksinya bersifat lambat. larutan baku ini untuk analisis besi (III) dan pembaku baik untuk Na2S2O3. indikator yang digunakan adalah indikator asam difenil-amin sulfonat.

Pembutan 500mL K2Cr2 0,01
·         Ditimbang kasar : (500)(0,01)(294,18) mg =1,5 g K2Cr2 ; dan timbang ulang secara teliti dengan menggunakan neraca elektronik.
·         Larutkan kedalam gelas kimia 400ml dengan akuades secukupnya ,setelah melarut pindahkan secara kuantitatif ke labu takar 500ml. Tambahkan akuades sampai tanda batas,kocokhomogenkan. Hitung ulang konsentrasi larutan baku ini.
2.        Pembuatan 1 liter NaAsO2 0,1N
Siapkan  :
a)      ± 5g As2O3 (murni) yang telah dikeringkan
b)      5-10 NaOH terlarut dalam 10mL akuades pada gelas kimia 400mL.
c)      Larutkan HCl 6 N
d)     Serbuk garam natrium-bikarbonat
e)      Larutan indikator metil-jingga
Kemudian lakukan
1)      Timbang ulang arsen(III)oksida secara teliti; larutkan ke dalam gelas (b) , dan bila perlu tambahkan 5ml akuades.
2)      Setelah melarut, encerkan sampai volumnya 100ml; kemudian netralkan dengan menambahkan HCl 6N dengan indikator metil-jingga.
3)        Jika lrutan tersebut telah benar-benar bersifat asam maka tambahkan 5 g NaHCO3
4)      Pindahkan seluruh volum larutan secara kuantitatif kedalam labu takar 1L; tambahkan akuades sampai tanda batas, tutup, dan homogenkan.
Perhitungan normalitasnya :
Normalitas =            (a g)(kadar)         = (4)(a)(kadar)
                     (1/4)(197,841 g/mol)(1L)       (197,841)

Kamis, 09 Mei 2013

Buffer salifa


A.    Saliva
Di dalam mulut, saliva adalah unsur penting yang dapat melindungi gigi terhadap pengaruh dari luar, maupun dari dalam rongga mulut itu sendiri. Makanan yang kita makan dapat menyebabkan ludah kita bersifat asam maupun basa. Peran lingkungan saliva terhadap proses karies tergantung dari komposisi, viskositas, dan mikroorganisme pada saliva. Secara teori saliva dapat mempengaruhi proses terjadinya karies dalam berbagai cara, antara lain aliran saliva dapat menurunkan akumulasi plak pada permukaan gigi dan juga menaikkan tingkat pembersihan karbohidrat dari rongga mulut. Selain itu, difusi komponen saliva seperti kalsium, fosfat, ion OH, dan fluor ke dalam plak dapat menurunkan kelarutan email dan meningkatkan remineralisasi gigi.

B.     Komponen Saliva
Saliva mengandung beberapa komponen untuk melakukan aktivitas antibacterial, yang antara lain adalah lisosim, system laktoperoksidase-isitiosianat, laktoferin, dan imunoglobulin ludah. Derajat keasaman pH dan kapasitas buffer saliva ditentukan oleh susunan kuantitatif dan kualitatif elektrolit di dalam saliva terutama ditentukan oleh susunan bikarbonat, karena susunan bikarbonat sangat konstan dalam saliva dan berasal dari kelenjar saliva. Derajat keasaman saliva dalam keadaan normal antara 5,6–7,0 dengan rata-rata pH 6,7. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan pada pH saliva antara lain rata-rata kecepatan aliran saliva, mikroorganisme rongga mulut, dan kapasitas buffer saliva. Derajat keasaman (pH) saliva optimum untuk pertumbuhan bakteri 6,5–7,5 dan apabila rongga mulut pH-nya rendah antara 4,5–5,5 akan memudahkan pertumbuhan kuman asidogenik seperti Streptococcus mutans dan Lactobacillus.



C.     Peran Saliva

Saliva mempunyai peran sebagai penyangga sehingga naik turunnya derajat keasaman (pH) dapat ditahan, sehingga proses dekalsifikasi dapat dihambat (Amerongen et al, 1992). Senyawa organik yang terkandung di dalam saliva yang mempengaruhi pH terutama gugus bikarbonat, fosfat, asam karbonat, amonia, dan urea.
Kapasitas buffer saliva terutama ditentukan oleh kandungan bikarbonat, sedangkan fosfat, protein, ammonia dan urea merupakan tambahan sekunder pada kapasitas buffer (Roth and Calmes, 1981; Amerongen et al, 1992). Bikarbonat merupakan komponen organik utama dalam saliva yang berpengaruh terhadap peningkatan pH, menurut Amerongen (1992) kemampuan buffer saliva ditentukan oleh 85% konsentrasi bikarbonat, 14% ditentukan oleh konsentrasi fosfat dan 1% oleh protein saliva. Menurut penelitian poff et al (1997) yang dikutip oleh Setijanto (1999) menyebutkan bahwa kadar bikarbonat dalam saliva sebesar 206,97 ppm.
Atas dasar uraian diatas dapat diasumsikan bahwa bikarbonat merupakan komponen utama saliva dalam menetralkan asam sehingga menghambat proses karies. Bila dilihat dari peran bikarbonat dalam mempertahankan pH saliva agar tetap normal, kemungkinan ada perbedaan kadar bikarbonat di dalam saliva penderita karies dan bebas karies.

D.    Karies
Karies gigi merupakan proses multifaktor, yang terjadi melalui interaksi antara gigi dan saliva sebagai host, bakteri normal di dalam mulut, serta makanan terutama karbohidrat yang mudah difermentasikan menjadi asam melaui proses glikolisis. Bakteri yang berperan dalam proses glikolisis adalah Streptococcus mutans dan Lactobacillus acidophilus, sedangkan asam organik yang terbentuk antara lain asam piruvat dan asam laktat yang dapat menurunkan pH saliva, pH plak dan pH cairan sekitar gigi sehingga terjadi demineralisasi gigi (Kidd and Bechal, 1992).
Bakteri plak akan memfermentasikan karbohidrat (misalnya sukrosa) dan menghasilkan asam, sehingga menyebabkan pH plak akan turun dalam waktu 1–3 menit sampai pH 4,5–-5,0. Kemudian pH akan kembali normal pada pH sekitar 7 dalam 30–60 menit, dan jika penurunan pH plak ini terjadi secara terus menerus maka akan menyebabkan demineralisasi pada permukaan gigi. Kondisi asam seperti ini sangat disukai oleh Sterptococcus mutans dan Lactobacillus sp, yang merupakan mikroorganisme penyebab utama dalam proses terjadinya karies. Menurut penelitian Streptococcus mutans berperan dalam permulaan (initition) terjadinya karies gigi, sedangkan Lactobacillus sp, berperan pada proses perkembangan dan kelanjutan karies. Pertama kali akan terlihat white spot pada permukaan enamel kemudian proses ini berjalan secara perlahan sehingga lesi kecil tersebut berkembang, dan dengan adanya destruksi bahan organik, kerusakan berlanjut pada dentin disertai kematian odontoblast.
Pada subyek karies gigi, terutama pada lubang gigi banyak terdapat bakteri yang mampu hidup dalam suasana asam (asidogenik) dan bakteri yang dapat menghasilkan asam (asidurik), sehingga memiliki potensi pembentukan asam yang lebih tinggi, dari sisa-sisa makanan yang terdapat dalam lubang gigi, dan penurunan pH yang lebih yang lebih terlihat pada intensitas karies yang lebih tinggi (Nolte, 1982; Ariesanti, 2004).

E.     Mekanisme Bikarbonat dalam Pencegahan Karies

Pratiwi dkk. pada tahun 2001 melakukan penelitian dengan mengamati pertumbuhan Streptococcus mutans yang diambil dari sampel saliva 30 orang responden yang diberi perlakuan sebanyak dua kali yaitu mengunyah permen yang mangandung sorbitol dan sukrosa. Penelitian dilakukan dengan menghitung jumlah Colony Forming Units (CFU) Streptococcus mutans dari sampel saliva responden saat mengunyah permen yang mengandung sorbitol dan sukrosa, yang dibiakkan pada pada media padat Trypticase Yeast Extract Sucrose with Bacitracin (TY20SB). Dari hasil penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa CFU Streptococcus mutans pada pemakaian gula sorbitol sesudah perlakuan terlihat adanya penurunan baik pada minggu kedua maupun minggu ketiga bila dibandingkan dengan sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa sorbitol bukan merupakan media yang baik bagi pertumbuhan bakteri.
Konsumsi sorbitol yang efektif adalah di bawah 60 menit dengan jumlah maksimum yang direkomendasikan adalah 150 mg sorbitol per kilogram berat badan setiap harinya. Bila konsumsi berlebihan akan menyebabkan timbulnya diare. Agar efektivitasnya optimal sebaiknya permen karet sorbitol dikunyah selama 20 menit saja, jadi pemakaian sorbitol sebagai bahan pemanis pengganti sukrosa yang bersifat non kariogenik masih tetap dianjurkan. Oleh karena itu sorbitol paling baik digunakan sebagai pemanis pada permen karet. Mengkonsumsi 6–7 gram sorbitol dalam bentuk permen karet setiap harinya mempunyai suatu efek kuratif terhadap permulaan karies. Penggunaan permen karet dapat berfungsi untuk merangsang sekresi air liur serta meningkatkan kecepatan sekresi saliva, jadi berguna sebagai pembersih mulut dari sisa makanan karbohidrat yang mudah difermentasi oleh mikroorganisme rongga mulut. Juga pembersihan asam yang terbentuk akibat proses glikolisis karbohidrat oleh mikoorganisme asidogenik, karena kecepatan yang tinggi dari saliva akan mengalir di atas plak. Selain itu dengan bertambahnya sekresi saliva akan menyebabkan peningkatan kapasitas buffer saliva sehingga dapat menetralkan pH plak yang asam, karena bertambahnya ion bikarbonat (HCO3) yang berperan dalam kapasitas buffer saliva. Bertambahnya aliran saliva akan meningkatkan kadar urea, amoniak (NH3), kalsium (Ca2+), fosfat (HPO42+), natrium (Na+) yang merupakan sumber alkalinitas saliva sehingga dapat menaikkan pH plak yang turun akibat proses glikolisis karbohidrat. Akibat pertambahan ion kalsium di dalam saliva, maka proses remineralisasi email akan meningkat. Hal ini disebabkan sorbitol dapat membentuk senyawa kompleks dengan kalsium yang terdapat di dalam saliva, dan senyawa yang terbentuk ini lebih stabil daripada senyawa kompleks kalsium dengan sukrosa atau glukosa, sehingga proses difusi kalsium ke dalam plak lebih cepat dalam bentuk senyawa kompleks daripada dalam bentuk ion kalsium. Proses difusi senyawa kompleks kalsium dengan sorbitol lebih cepat karena senyawa kompleks ini larut dalam air. Stimulasi saliva oleh permen karet akan menambah jumlah dan konsentrasi ion-ion Ca2+, PO43–, F, dan OH yang merupakan komponen mineral gigi. Sorbitol mempunyai kelebihan, yaitu tidak mempunyai gugus karbonil dalam rantainya. Sorbitol kurang reaktif dan tidak menyebabkan pembentukan asam pada plak gigi. Kesimpulan dari penulisan makalah ini adalah sorbitol bukan merupakan media yang baik bagi pertumbuhan bakteri dan tidak menurunkan pH saliva,28 sehingga saliva tetap bertahan atau stabil dalam pH tertentu.

Konsumsi sukrosa sebagai pemanis makanan sekarang mulai digantikan dan dikurangi penggunaanya. Bahan pengganti gula harus memenuhi persyaratan yaitu harus mempunyai rasa manis, tidak toksik, tidak mahal, tidak bisa diragikan oleh bakteri plak gigi, berkalori, di samping itu juga harus dapat dikerjakan secara industrial. Dari semua persyaratan tersebut, maka bahan pengganti gula yang baik adalah yang berasal dari golongan gula alkohol. Sorbitol merupakan bahan pengganti gula dari golongan gula alkohol yang paling banyak digunakan, terutama di Indonesia. Di Indonesia sorbitol (C6H14O6) paling banyak digunakan sebagai pemanis pengganti gula karena bahan dasarnya mudah diperoleh dan harganya murah. Di Indonesia, sorbitol diproduksi dari tepung umbi tanaman singkong (Manihot Utillissima Pohl) yang termasuk keluarga Euphoribiaceae. Selain itu sorbitol juga dapat ditemui pada alga merah Bostrychia scorpiodes yang mengandung 13,6% sorbitol. Tanaman berri dari spesies Sorbus Americana mengandung 10% sorbitol. Famili Rosaceae seperti buah pir, apel, ceri, prune, peach, dan aprikot juga mengandung sorbitol. Sorbitol juga diproduksi dalam jaringan tubuh manusia yang merupakan hasil katalisasi dari D-glukosa oleh enzim aldose reductase, yang mengubah struktur aldehid (CHO) dalam molekul glukosa menjadi alkohol (CH2OH). Sorbitol dapat digunakan sebagai pengganti sukrosa pada penderita penyakit diabetes. Nilai kalori makanan yang mengandung sorbitol sama tinggi dengan gula, tapi rasa manisnya kira-kira hanya 60 persen rasa manis sukrosa. Kerugian sorbitol adalah bila dipakai dalam jumlah yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya diare. Sorbitol merupakan gula yang diabsorbsi sangat sedikit oleh usus halus, sehingga sorbitol akan langsung masuk ke usus besar dan dapat menunjang terjadinya diare dan perut kembung. Sorbitol (C6H14O6) berasal dari golongan gula alkohol. Gula alkohol merupakan hasil reduksi dari glukosa di mana semua atom oksigen dalam molekul gula alkohol yang sederhana terdapat dalam bentuk kelompok hidroksil, sinonim dengan polyhidric alcohol (polyols). Polyols dapat dibagi menjadi dua yaitu polyols asiklik dan polyols siklik. Sorbitol termasuk dalam kelompok polyols asiklik dengan enam rantai karbon. Rumus kimia sorbitol dapat dilihat pada gambar 1.
H2C - OH


 
     CH - OH
     
        OH - C - H


 
                    HC - OH


 
                    HC - OH

                     H2C - OH
Gambar 1. Rumus kimia sorbitol

Sorbitol baik digunakan sebagai pemanis pengganti sukrosa karena mempunyai keuntungan, antara lain tidak bersifat kariogenik. Menurut penelitian Edgar dan Geddes dengan melakukan penelitian pada dua kelompok sampel. Di mana sampel yang pertama diminta untuk mengunyah permen karet dengan pemanis sukrosa dan kelompok sampel kedua mengunyah permen karet dengan pemanis sorbitol. Setelah 5 menit diukur pH saliva dari masing-masing kelompok sampel, ternyata diperoleh hasil bahwa kelompok pertama pH salivanya turun menjadi 4 sedang kelompok kedua pH-nya masih sekitar 7. Sorbitol termasuk dalam golongan gula alkohol yang mempunyai keunikan, yaitu gula alkohol tidak mempunyai gugus karbonil dalam rantainya. Fakta ini membuat gula alkohol kurang reaktif secara kimiawi daripada gula yang mempunyai ikatan aldosa dan ketosa sehingga kurang berpartisipasi dalam pembentukan asam pada plak gigi. Untuk memfermentasi substrat dan menghasilkan asam, normalnya terdapat keseimbangan secara stoikiometri antara jumlah atom-atom karbon, oksigen, dan hidrogen.







Gula alkohol mempunyai dua tambahan atom hidrogen sehingga strukturnya menjadi (CH2O)n.2H. Sedangkan struktur kimia karbohidrat pada umumnya adalah (CH2O)n. Pada gambar 2, terlihat bahwa pada  rumus kimia sorbitol, terdapat ujung diol (bagian atas dan bawah rumus kimia sorbitol ditutup oleh ion OH-). Dengan adanya tambahan dua atom hidrogen dan ujung diol tersebut, maka sulit bagi enzim glukosiltransferase yang terdapat pada dinding sel Streptococcus mutans memecah rantai gula alkohol menjadi asam laktat, asam asetat, dan asam format.
Dalam tubuh sorbitol dapat dikatalisis oleh enzim sorbitol dehidrogenase untuk selanjutnya menjadi fruktosa, tapi fruktosa yang dihasilkan oleh sorbitol tidak dapat melewati siklus asam piruvat. Pada hasil akhirnya sorbitol tidak memproduksi asam laktat, asam format, dan etanol, sehingga tidak dapat menyebabkan pH saliva menjadi asam. Menurut penelitian kecepatan dari proses fermentasi sorbitol amat lambat bila dibandingkan dengan sukrosa dan glukosa, sehingga asam yang terbentuk dapat dinetralisir oleh kapasitas buffer dari saliva. Berdasarkan penelitian Houwink, seperti yang terlihat pada gambar 2, sorbitol baru dapat difermentasikan oleh Streptococcus mutans setelah dikonsumsi lebih dari 60 menit.

Gambar 2. Perubahan pH dalam plak setelah konsumsi  gula (glukosa) dan bahan pengganti gula  (xylitol dan sorbitol).







Pada penggunaan sorbitol yang efektif, maka sorbitol akan melewati jalur metabolisme seperti yang tertera di gambar 2. Sorbitol akan diuraikan oleh enzim sorbitol dehidrogenase bukan oleh enzim glukosiltransferase. Sehingga sorbitol akan melalui jalur lipogenesis bukan glukolisis. Sorbitol akan dikonversikan menjadi lemak, sehingga tidak efektif jika menggunakan sorbitol untuk program diet.

Sorbitol (C6H14O6)
                                                 
                                           Sorbitol Dehidrogenase

Fruktosa


 
                                          Fruktokinase

                                      Fruktosa 1-P
                                                      Aldolase
DHAP plus Glyceraldehide
                                          Alkohol Dehidrogenase
                                Gliserol

Lipogenesis
Diberdayakan oleh Blogger.

Template by:
Free Blog Templates