Kamis, 09 Mei 2013

Buffer salifa


A.    Saliva
Di dalam mulut, saliva adalah unsur penting yang dapat melindungi gigi terhadap pengaruh dari luar, maupun dari dalam rongga mulut itu sendiri. Makanan yang kita makan dapat menyebabkan ludah kita bersifat asam maupun basa. Peran lingkungan saliva terhadap proses karies tergantung dari komposisi, viskositas, dan mikroorganisme pada saliva. Secara teori saliva dapat mempengaruhi proses terjadinya karies dalam berbagai cara, antara lain aliran saliva dapat menurunkan akumulasi plak pada permukaan gigi dan juga menaikkan tingkat pembersihan karbohidrat dari rongga mulut. Selain itu, difusi komponen saliva seperti kalsium, fosfat, ion OH, dan fluor ke dalam plak dapat menurunkan kelarutan email dan meningkatkan remineralisasi gigi.

B.     Komponen Saliva
Saliva mengandung beberapa komponen untuk melakukan aktivitas antibacterial, yang antara lain adalah lisosim, system laktoperoksidase-isitiosianat, laktoferin, dan imunoglobulin ludah. Derajat keasaman pH dan kapasitas buffer saliva ditentukan oleh susunan kuantitatif dan kualitatif elektrolit di dalam saliva terutama ditentukan oleh susunan bikarbonat, karena susunan bikarbonat sangat konstan dalam saliva dan berasal dari kelenjar saliva. Derajat keasaman saliva dalam keadaan normal antara 5,6–7,0 dengan rata-rata pH 6,7. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan pada pH saliva antara lain rata-rata kecepatan aliran saliva, mikroorganisme rongga mulut, dan kapasitas buffer saliva. Derajat keasaman (pH) saliva optimum untuk pertumbuhan bakteri 6,5–7,5 dan apabila rongga mulut pH-nya rendah antara 4,5–5,5 akan memudahkan pertumbuhan kuman asidogenik seperti Streptococcus mutans dan Lactobacillus.



C.     Peran Saliva

Saliva mempunyai peran sebagai penyangga sehingga naik turunnya derajat keasaman (pH) dapat ditahan, sehingga proses dekalsifikasi dapat dihambat (Amerongen et al, 1992). Senyawa organik yang terkandung di dalam saliva yang mempengaruhi pH terutama gugus bikarbonat, fosfat, asam karbonat, amonia, dan urea.
Kapasitas buffer saliva terutama ditentukan oleh kandungan bikarbonat, sedangkan fosfat, protein, ammonia dan urea merupakan tambahan sekunder pada kapasitas buffer (Roth and Calmes, 1981; Amerongen et al, 1992). Bikarbonat merupakan komponen organik utama dalam saliva yang berpengaruh terhadap peningkatan pH, menurut Amerongen (1992) kemampuan buffer saliva ditentukan oleh 85% konsentrasi bikarbonat, 14% ditentukan oleh konsentrasi fosfat dan 1% oleh protein saliva. Menurut penelitian poff et al (1997) yang dikutip oleh Setijanto (1999) menyebutkan bahwa kadar bikarbonat dalam saliva sebesar 206,97 ppm.
Atas dasar uraian diatas dapat diasumsikan bahwa bikarbonat merupakan komponen utama saliva dalam menetralkan asam sehingga menghambat proses karies. Bila dilihat dari peran bikarbonat dalam mempertahankan pH saliva agar tetap normal, kemungkinan ada perbedaan kadar bikarbonat di dalam saliva penderita karies dan bebas karies.

D.    Karies
Karies gigi merupakan proses multifaktor, yang terjadi melalui interaksi antara gigi dan saliva sebagai host, bakteri normal di dalam mulut, serta makanan terutama karbohidrat yang mudah difermentasikan menjadi asam melaui proses glikolisis. Bakteri yang berperan dalam proses glikolisis adalah Streptococcus mutans dan Lactobacillus acidophilus, sedangkan asam organik yang terbentuk antara lain asam piruvat dan asam laktat yang dapat menurunkan pH saliva, pH plak dan pH cairan sekitar gigi sehingga terjadi demineralisasi gigi (Kidd and Bechal, 1992).
Bakteri plak akan memfermentasikan karbohidrat (misalnya sukrosa) dan menghasilkan asam, sehingga menyebabkan pH plak akan turun dalam waktu 1–3 menit sampai pH 4,5–-5,0. Kemudian pH akan kembali normal pada pH sekitar 7 dalam 30–60 menit, dan jika penurunan pH plak ini terjadi secara terus menerus maka akan menyebabkan demineralisasi pada permukaan gigi. Kondisi asam seperti ini sangat disukai oleh Sterptococcus mutans dan Lactobacillus sp, yang merupakan mikroorganisme penyebab utama dalam proses terjadinya karies. Menurut penelitian Streptococcus mutans berperan dalam permulaan (initition) terjadinya karies gigi, sedangkan Lactobacillus sp, berperan pada proses perkembangan dan kelanjutan karies. Pertama kali akan terlihat white spot pada permukaan enamel kemudian proses ini berjalan secara perlahan sehingga lesi kecil tersebut berkembang, dan dengan adanya destruksi bahan organik, kerusakan berlanjut pada dentin disertai kematian odontoblast.
Pada subyek karies gigi, terutama pada lubang gigi banyak terdapat bakteri yang mampu hidup dalam suasana asam (asidogenik) dan bakteri yang dapat menghasilkan asam (asidurik), sehingga memiliki potensi pembentukan asam yang lebih tinggi, dari sisa-sisa makanan yang terdapat dalam lubang gigi, dan penurunan pH yang lebih yang lebih terlihat pada intensitas karies yang lebih tinggi (Nolte, 1982; Ariesanti, 2004).

E.     Mekanisme Bikarbonat dalam Pencegahan Karies

Pratiwi dkk. pada tahun 2001 melakukan penelitian dengan mengamati pertumbuhan Streptococcus mutans yang diambil dari sampel saliva 30 orang responden yang diberi perlakuan sebanyak dua kali yaitu mengunyah permen yang mangandung sorbitol dan sukrosa. Penelitian dilakukan dengan menghitung jumlah Colony Forming Units (CFU) Streptococcus mutans dari sampel saliva responden saat mengunyah permen yang mengandung sorbitol dan sukrosa, yang dibiakkan pada pada media padat Trypticase Yeast Extract Sucrose with Bacitracin (TY20SB). Dari hasil penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa CFU Streptococcus mutans pada pemakaian gula sorbitol sesudah perlakuan terlihat adanya penurunan baik pada minggu kedua maupun minggu ketiga bila dibandingkan dengan sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa sorbitol bukan merupakan media yang baik bagi pertumbuhan bakteri.
Konsumsi sorbitol yang efektif adalah di bawah 60 menit dengan jumlah maksimum yang direkomendasikan adalah 150 mg sorbitol per kilogram berat badan setiap harinya. Bila konsumsi berlebihan akan menyebabkan timbulnya diare. Agar efektivitasnya optimal sebaiknya permen karet sorbitol dikunyah selama 20 menit saja, jadi pemakaian sorbitol sebagai bahan pemanis pengganti sukrosa yang bersifat non kariogenik masih tetap dianjurkan. Oleh karena itu sorbitol paling baik digunakan sebagai pemanis pada permen karet. Mengkonsumsi 6–7 gram sorbitol dalam bentuk permen karet setiap harinya mempunyai suatu efek kuratif terhadap permulaan karies. Penggunaan permen karet dapat berfungsi untuk merangsang sekresi air liur serta meningkatkan kecepatan sekresi saliva, jadi berguna sebagai pembersih mulut dari sisa makanan karbohidrat yang mudah difermentasi oleh mikroorganisme rongga mulut. Juga pembersihan asam yang terbentuk akibat proses glikolisis karbohidrat oleh mikoorganisme asidogenik, karena kecepatan yang tinggi dari saliva akan mengalir di atas plak. Selain itu dengan bertambahnya sekresi saliva akan menyebabkan peningkatan kapasitas buffer saliva sehingga dapat menetralkan pH plak yang asam, karena bertambahnya ion bikarbonat (HCO3) yang berperan dalam kapasitas buffer saliva. Bertambahnya aliran saliva akan meningkatkan kadar urea, amoniak (NH3), kalsium (Ca2+), fosfat (HPO42+), natrium (Na+) yang merupakan sumber alkalinitas saliva sehingga dapat menaikkan pH plak yang turun akibat proses glikolisis karbohidrat. Akibat pertambahan ion kalsium di dalam saliva, maka proses remineralisasi email akan meningkat. Hal ini disebabkan sorbitol dapat membentuk senyawa kompleks dengan kalsium yang terdapat di dalam saliva, dan senyawa yang terbentuk ini lebih stabil daripada senyawa kompleks kalsium dengan sukrosa atau glukosa, sehingga proses difusi kalsium ke dalam plak lebih cepat dalam bentuk senyawa kompleks daripada dalam bentuk ion kalsium. Proses difusi senyawa kompleks kalsium dengan sorbitol lebih cepat karena senyawa kompleks ini larut dalam air. Stimulasi saliva oleh permen karet akan menambah jumlah dan konsentrasi ion-ion Ca2+, PO43–, F, dan OH yang merupakan komponen mineral gigi. Sorbitol mempunyai kelebihan, yaitu tidak mempunyai gugus karbonil dalam rantainya. Sorbitol kurang reaktif dan tidak menyebabkan pembentukan asam pada plak gigi. Kesimpulan dari penulisan makalah ini adalah sorbitol bukan merupakan media yang baik bagi pertumbuhan bakteri dan tidak menurunkan pH saliva,28 sehingga saliva tetap bertahan atau stabil dalam pH tertentu.

Konsumsi sukrosa sebagai pemanis makanan sekarang mulai digantikan dan dikurangi penggunaanya. Bahan pengganti gula harus memenuhi persyaratan yaitu harus mempunyai rasa manis, tidak toksik, tidak mahal, tidak bisa diragikan oleh bakteri plak gigi, berkalori, di samping itu juga harus dapat dikerjakan secara industrial. Dari semua persyaratan tersebut, maka bahan pengganti gula yang baik adalah yang berasal dari golongan gula alkohol. Sorbitol merupakan bahan pengganti gula dari golongan gula alkohol yang paling banyak digunakan, terutama di Indonesia. Di Indonesia sorbitol (C6H14O6) paling banyak digunakan sebagai pemanis pengganti gula karena bahan dasarnya mudah diperoleh dan harganya murah. Di Indonesia, sorbitol diproduksi dari tepung umbi tanaman singkong (Manihot Utillissima Pohl) yang termasuk keluarga Euphoribiaceae. Selain itu sorbitol juga dapat ditemui pada alga merah Bostrychia scorpiodes yang mengandung 13,6% sorbitol. Tanaman berri dari spesies Sorbus Americana mengandung 10% sorbitol. Famili Rosaceae seperti buah pir, apel, ceri, prune, peach, dan aprikot juga mengandung sorbitol. Sorbitol juga diproduksi dalam jaringan tubuh manusia yang merupakan hasil katalisasi dari D-glukosa oleh enzim aldose reductase, yang mengubah struktur aldehid (CHO) dalam molekul glukosa menjadi alkohol (CH2OH). Sorbitol dapat digunakan sebagai pengganti sukrosa pada penderita penyakit diabetes. Nilai kalori makanan yang mengandung sorbitol sama tinggi dengan gula, tapi rasa manisnya kira-kira hanya 60 persen rasa manis sukrosa. Kerugian sorbitol adalah bila dipakai dalam jumlah yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya diare. Sorbitol merupakan gula yang diabsorbsi sangat sedikit oleh usus halus, sehingga sorbitol akan langsung masuk ke usus besar dan dapat menunjang terjadinya diare dan perut kembung. Sorbitol (C6H14O6) berasal dari golongan gula alkohol. Gula alkohol merupakan hasil reduksi dari glukosa di mana semua atom oksigen dalam molekul gula alkohol yang sederhana terdapat dalam bentuk kelompok hidroksil, sinonim dengan polyhidric alcohol (polyols). Polyols dapat dibagi menjadi dua yaitu polyols asiklik dan polyols siklik. Sorbitol termasuk dalam kelompok polyols asiklik dengan enam rantai karbon. Rumus kimia sorbitol dapat dilihat pada gambar 1.
H2C - OH


 
     CH - OH
     
        OH - C - H


 
                    HC - OH


 
                    HC - OH

                     H2C - OH
Gambar 1. Rumus kimia sorbitol

Sorbitol baik digunakan sebagai pemanis pengganti sukrosa karena mempunyai keuntungan, antara lain tidak bersifat kariogenik. Menurut penelitian Edgar dan Geddes dengan melakukan penelitian pada dua kelompok sampel. Di mana sampel yang pertama diminta untuk mengunyah permen karet dengan pemanis sukrosa dan kelompok sampel kedua mengunyah permen karet dengan pemanis sorbitol. Setelah 5 menit diukur pH saliva dari masing-masing kelompok sampel, ternyata diperoleh hasil bahwa kelompok pertama pH salivanya turun menjadi 4 sedang kelompok kedua pH-nya masih sekitar 7. Sorbitol termasuk dalam golongan gula alkohol yang mempunyai keunikan, yaitu gula alkohol tidak mempunyai gugus karbonil dalam rantainya. Fakta ini membuat gula alkohol kurang reaktif secara kimiawi daripada gula yang mempunyai ikatan aldosa dan ketosa sehingga kurang berpartisipasi dalam pembentukan asam pada plak gigi. Untuk memfermentasi substrat dan menghasilkan asam, normalnya terdapat keseimbangan secara stoikiometri antara jumlah atom-atom karbon, oksigen, dan hidrogen.







Gula alkohol mempunyai dua tambahan atom hidrogen sehingga strukturnya menjadi (CH2O)n.2H. Sedangkan struktur kimia karbohidrat pada umumnya adalah (CH2O)n. Pada gambar 2, terlihat bahwa pada  rumus kimia sorbitol, terdapat ujung diol (bagian atas dan bawah rumus kimia sorbitol ditutup oleh ion OH-). Dengan adanya tambahan dua atom hidrogen dan ujung diol tersebut, maka sulit bagi enzim glukosiltransferase yang terdapat pada dinding sel Streptococcus mutans memecah rantai gula alkohol menjadi asam laktat, asam asetat, dan asam format.
Dalam tubuh sorbitol dapat dikatalisis oleh enzim sorbitol dehidrogenase untuk selanjutnya menjadi fruktosa, tapi fruktosa yang dihasilkan oleh sorbitol tidak dapat melewati siklus asam piruvat. Pada hasil akhirnya sorbitol tidak memproduksi asam laktat, asam format, dan etanol, sehingga tidak dapat menyebabkan pH saliva menjadi asam. Menurut penelitian kecepatan dari proses fermentasi sorbitol amat lambat bila dibandingkan dengan sukrosa dan glukosa, sehingga asam yang terbentuk dapat dinetralisir oleh kapasitas buffer dari saliva. Berdasarkan penelitian Houwink, seperti yang terlihat pada gambar 2, sorbitol baru dapat difermentasikan oleh Streptococcus mutans setelah dikonsumsi lebih dari 60 menit.

Gambar 2. Perubahan pH dalam plak setelah konsumsi  gula (glukosa) dan bahan pengganti gula  (xylitol dan sorbitol).







Pada penggunaan sorbitol yang efektif, maka sorbitol akan melewati jalur metabolisme seperti yang tertera di gambar 2. Sorbitol akan diuraikan oleh enzim sorbitol dehidrogenase bukan oleh enzim glukosiltransferase. Sehingga sorbitol akan melalui jalur lipogenesis bukan glukolisis. Sorbitol akan dikonversikan menjadi lemak, sehingga tidak efektif jika menggunakan sorbitol untuk program diet.

Sorbitol (C6H14O6)
                                                 
                                           Sorbitol Dehidrogenase

Fruktosa


 
                                          Fruktokinase

                                      Fruktosa 1-P
                                                      Aldolase
DHAP plus Glyceraldehide
                                          Alkohol Dehidrogenase
                                Gliserol

Lipogenesis

0 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.

Template by:
Free Blog Templates